Kita sebagai
warga Negara Indonesia tentunya sudah tidak asing lagi dengan nama PT. Freeport
Indonesia (PTFI). PT. Freeport Indonesia sendiri adalah sebuah perusahaan
afiliasi dari Freeport-McMoRan Copper & Gold Inc sebuah perusahaan tambang
Internasional yang berpusat di Phoenix, Arizona, Amerika Serikat. PT Freeport
sendiri bertugas menambang, memproses, dan melakukan eksplorasi terhadap bijih
yang mengandung tembaga, emas, dan perak yang nantinya akan dipasarkan untuk
memenuhi kebutuhan pasar dunia. PT Freeport Indonesia berpusat di Kabupaten
Mimika, Papua.
Awal mula
berdirinya PT Freeport yakni ketika Jean
Jacques Dozy melakukan ekspedisi ke Papua dan menemukan Ertsberg (gunung bijih)
yang kemudian dilanjutkan penelitiannya oleh Forbez Wilson dan Del Flint pada
tahun 1960. Pada tahun 1963 pihak Freeport telah mengajukan rencana pembukaan
tambang, namun ditangguhkan karena kebijakan Soekarno yang saat itu menjabat
sebagai presiden. Pada masa orde baru pemerintahan Presiden Soeharto sedang
menggalakkan pembangunan ekonomi dan Freeport melihat adanya peluang untuk
meneruskan kembali proyek Ertsberg. Setelah melalui negosiasi dengan pemerintah
Indonesia, maka pada tahun 1967 Presiden Soeharto membuat Kontrak Karya I
(KK-1) dengan PT Freeport Indonesia yang berlaku 30 tahun sejak beroperasi
tahun 1973. Adanya pembuatan Kontrak Karya tersebut perlu ditanyakan
keabsahannya mengingat pada saat itu Papua masih menjadi daerah sengketa
internasional dan berada pada kekuasaan PBB dari tahun 1963 sampai 1969.
PT Freeport memiliki luas wilayah
eksplorasi seluas 10.000 hektar pada KK-1, dan 202.950 hektar pada KK-2.
Sehingga total luas wilayah eksplorasi PT Freeport adalah seluas 212.950
hektar. PT Freeport menerapkan dua teknik penambangan,
yakni open-pit atau tambang terbuka yang menggunakan truk pengangkut dan sekop
listrik besar di area tambang Grasberg serta teknik ambrukan atau block-caving
pada tambang bawah tanah Deep Ore Zone (DOZ).
Menurut
Chandra Tirta Wijaya Anggota Komisi VII DPR, sejak tahun 1996 pemerintah
Indonesia hanya menerima 479 juta dolar AS, sedangkan Freeport menerima 1,5
miliar dolar AS. Kemudian, di tahun 2005, pemerintah hanya menerima 1,1 miliar
dolar AS. Sedangkan pendapatan Freeport (sebelum pajak) sudah mencapai 4,1
miliar dolar AS. Chandra menjelaskan, PT Freeport sejauh ini hanya memberikan
royalti bagi pemerintah senilai 1% untuk emas, dan 1,5% s/d 3,5% untuk tembaga.
Royalti ini jelas jauh lebih rendah dari negara lain yang biasanya
memberlakukan 6% untuk tembaga dan 5% untuk emas dan perak.
Pada tahun 2012 PT
Freeport Indonesia mempekerjakan lebih dari 11.700 karyawan langsung dan lebih
dari 12.400 karyawan kontraktor. Dari jumlah seluruh karyawan tersebut terdiri
dari 69,75% karyawan nasional; 28,05% karyawan
Papua, serta 2,2% karyawan Asing. Karyawan Papua yang memegang fungsi strategis
manajemen di PT Freeport yakni sebanyak 5 orang sebagai Vice President dan 36
orang dalam Jajaran Manajerial.
Kesejahteraan buruh PT
Freeport terutama buruh rendahan pribumi kurang diperhatikan, terbukti dengan
adanya tuntutan dari para buruh dengan aksi mogok kerja dan demo-demo yang
sering kali terjadi. Namun tampaknya PT Freeport lebih memilih untuk membayar
jasa keamanan dari aparat penegak keamanan dibandingkan membayar tuntutan
kesejahteraan yang dilayangkan oleh buruh PT Freeport itu sendiri. Ironisnya,
pihak keamanan tersebut adalah para anggota TNI dan Polri yang digaji tinggi
oleh PT Freeport.
Sebanyak 635 orang aparat TNI dan Polri
ditugaskan untuk melakukan pengamanan obyek vital PT Freeport Indonesia.
Berdasarkan surat Kepolisian Negara Republik Indonesia daerah Papua No
B/918/IV/2011 tanggal 19 April 2011, aparat keamanan tersebut terdiri dari 50
anggota Polda Papua, 69 Polres Mimika, 35 anggota Brimob Den A Jayapura, 141
anggota Brimob Den B Timika, 180 anggota Brimob Mabes Polri dan 160 anggota
TNI. PT Freeport Indonesia membayar jasa keamanan tersebut sebesar Rp
1.250.000,00 per orang yang langsung diberikan oleh manajemen PT Freeport
Indonesia kepada aparat. Tampaknya
aparat penegak hukum pun lebih memilih untuk melindungi orang yang membayarnya
daripada melindungi rakyatnya sendiri yang jelas-jelas mendapat ketidakadilan.
Menurut statistik pada tahun 2009
jumlah penduduk miskin di Papua berjumlah 760.350 orang dari jumlah penduduk 2.056.500.
Selain itu adanya kasus kelaparan yang menyebabkan meninggalnya hampir 100
orang di Yahukimo semakin memperjelas adanya kesenjangan sosial antara pekerja
asing di PT Freeport dengan penduduk pribumi.
Kerusakan lingkungan juga
menjadi dampak eksplorasi yang dilakukan oleh PT Freeport Indonesia. Selama PT
Freeport Indonesia beroperasi, Indonesia telah kehilangan lebih dari 200.000
hektar hutan. Sebenarnya PT Freeport telah melakukan upaya reklamasi dan
revegetasi terhadap lahan yang rusak, namun menurut data dari PT Freeport
sendiri, lahan seluas 60,1 hektar telah berhasil direvegetasi dari total jumlah
kerusakan 200.000 hektar. Dimana hal ini semakin menunjukkan lebih banyak
kerusakan yang ditimbulkan daripada pemulihannya.
Hal ini belum ditambah dengan pencemaran
lingkungan oleh PT Freeport Indonesia akibat pembuangan tailing (limbah tambang)
ke lembah Cartenz, lembah Wanagon, dan sungai Ajkwa. Sungai Ajkwa akhirnya
mengalami pendangkalan di beberapa titik, yang semula 50 meter, kini tinggal 5
meter saja akibat pengendapan pasir sisa tambang. Pendangkalan ini apabila
tidak segera diatasi dapat menyebabkan banjir dan erosi delta sungai yang
menyebabkan tanah menjadi tidak subur. Bahkan pada tahun 2001, tailing tersebut
telah mencapai laut Arafuru dan gradasi pencemaran laut yang ditunjukkan
mencapai 10 km dari garis pantai.
Diperkirakan hingga sekarang Freeport
telah mengeruk 724.700.000 ons emas murni dan 7.300.000 pon tembaga dari gunung
Ertsberg dan Garsberg. Diperkirakan masih terdapat cadangan emas sebesar
143.000.000 ons dan tembaga 18.000.000 pon hingga berakhirnya KK tahun 2041.
Setiap hari Freeport mengeruk 700.000 ton material yang menghasilkan 225.000
ons bijih emas. Sedangkan volume emas diperkirakan sebesar 2.500.000.000 ons.
Sedangkan berapa banyaknya perak yang diambil Freeport, hingga sekarang belum
tercatat. . Sampai saat ini produksi ketiga jenis barang tambang
di Indonesia didominasi oleh Freeport. Produksi tembaga Freeport meningkat
sangat tinggi, misalnya pada tahun 1991 sebesar 50% dan tahun 1995 sebesar 42%.
Hal ini dapat terpenuhi karena semakin besarnya wilayah eksploitasi yang
diberikan pemerintah. Saat ini produksi tembaga Indonesia 100% dihasilkan oleh
PT Freeport.
Daftar pustaka dan artikel lengkap klik disini.